SOROT 172

Menunggu "BlackBerry Made in Indonesia"

Kunjungan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews –Entah apa sebabnya, BlackBerry masih urung membuka pabriknya di Indonesia. Padahal, penjualan ponsel besutan Research In Motion (RIM) di negeri ini mencapai Rp10 triliun per tahun. RIM malah berencana memilih Malaysia, sebagai basis produksi mereka di Asia Tenggara.

Tentu, Indonesia dibuat masygul. Gita Wirjawan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan kini juga menjabat Menteri Perdagangan, bahkan sempat gusar. Lama ditunggu, RIM tak juga kunjung membangun pabrik lokal.

Ada yang Aneh dengan Bocah Viral Tabrakkan Chery Omoda E5 di Dalam Mall

Gita mengaku sudah membujuk RIM agar membangun pabrik. Mereka sudah berembuk bareng. Secara lisan, pabrik asal Kanada itu menyatakan kesediaannya. “Pembicaraannya berbasis keyakinan,” ujar Gita, beberapa waktu lalu kepada VIVAnews.

Rupanya RIM punya jurus lain. Mereka melirik Malaysia, dan fasilitas produksi dengan skema outsourcing. “Ini cerdik,” Gita menambahkan. Tapi, sebagai menteri yang bertanggungjawab soal investasi, Gita menyayangkan langkah perusahaan pembuat ponsel berlogo buah beri hitam itu. Indonesia, kata Gita, jauh lebih menggiurkan.

Alasan Gita cukup masuk akal. Dengan pabrik di Malaysia, RIM toh tetap mengincar ranumnya pasar Indonesia. Di negeri jiran itu,  mereka hanya bisa menjual BlackBerry 400 ribu unit per tahun. Di Indonesia, saban tahun bisa mencapai 4-5 juta unit. “Tak ada sepersepuluhnya Indonesia,” katanya.

Dengan harga rata-rata US$300, RIM bisa mengantongi penjualan US$1,2 -1,5 miliar,  atau sekitar Rp10,8 – 13,5 triliun dalam setahun. Potensi pasarnya pun terus berkembang. Setidaknya, ada pelanggan seluler yang tercatat hampir 240 juta. Sementara, penjualan BlackBerry tak lagi menjulang di Amerika, China, dan India.

Pangsa pasar mereka dikabarkan turun. Sahamnya anjlok, hingga 73 persen sejak awal tahun ini menjadi US$16,26. Tentu saja ini nilai kapitalisasi RIM ikut meluncur turun.

Insentif dan Disinsentif

Pemerintah bahkan menggoda RIM dengan tawaran insentif dan disinsentif. Seandainya, perusahaan itu mau buka pabrik di Indonesia, maka pemerintah akan memberikan insentif. “Saya kasih tax holiday,” katanya. Syaratnya, investasi harus di atas Rp1 triliun. Bagi RIM, angka itu tampaknya kecil bila dibandingkan penjualan mencapai Rp10 triliun.

Tentu, ini semacam stick and carrot. Bila RIM tak luluh juga, pemerintah akan mengambil sikap menerapkan disinsentif. “Supaya barang-barang mereka yang diproduksi di luar negeri tak gampang masuk seperti saat ini,” ujarnya. Bentuknya bisa pungutan tambahan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tambahan. Selama ini, BlackBerry belum dikenakan pungutan jenis ini.

Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, kebijakan itu dibuat agar perusahaan asing tertarik berinvestasi, jika sasaran pasarnya di Indonesia. "Disinsentif itu semacam PPN atau PPnBM tambahan, sehingga orang tertarik investasi di sini --karena tidak akan kena tambahan biaya," katanya.
Agar peraturan itu bisa jalan, kementerian terkait mesti diberi kewenangan penuh. Sejauh ini pemerintah baru menyiapkan konsepnya.

Mengapa Malaysia?   

Meski begitu, RIM tampaknya memilih membangun pabrik di Malaysia. Bagi RIM, Malaysia adalah pangkalan produksi berbasis global. Hal ini dilakukan demi efisiensi, dan daya saing perusahaan, mengukuti jejak pabrik ponsel pintar lain. "Kami berharap dapat bekerja sama dengan pemerintah, dan mitra operator kami untuk mencapai tujuan kita bersama," kata RIM melalui Ovidia Nomia, PR Consultant Edelman Indonesia, menjawab pertanyaan VIVAnews.com.

Meski tak membangun pabrik di Indonesia, RIM memastikan Indonesia adalah salah satu tempat terbaik di dunia bagi perusahaan telekomunikasi. “Kami akan berkomitmen penuh dengan pemerintah Indonesia, dan kami menikmati kemitraan yang kuat," ujar RIM.

Keputusan RIM membangun pabrik di Malaysia bukan tanpa alasan. Tentu, apalagi kalau bukan soal infrastruktur dan efisiensi pasar yang lebih apik.
Coba tengok laporan World Economic Forum dalam The Global Competitiveness Report 2011-2012. Indonesia berada di peringkat 46, atau dua kali lipat di bawah Malaysia yang berada pada peringkat 21 dunia (skor 5,1). Peringkat Malaysia naik 5 poin dari sebelumnya 26, sedangkan Indonesia justru turun 2 poin dibanding tahun lalu yang semula 44.

Naiknya peringkat daya saing Malaysia ini ditunjang kemajuan lembaganya dan kondisi makroekonomi, seperti ukuran efisiensi pasar. Keunggulan lain, Malaysia punya kinerja efisien dalam hal sektor finansial. Itu sebabnya, negeri para datuk itu melesat ke posisi setelah Singapura dan Hong Kong, atau berada di peringkat 3. Indonesia masih jauh tertinggal di peringkat 69.

Indonesia hanya unggul dalam soal volume pasar, peringkatnya 15, sementara Malaysia hanya 29. Indonesia juga bisa diandalkan dalam soal kondisi makro, di peringkat 23, dibanding Malaysia 29, yang memiliki defisit anggaran 5 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Tapi untuk sektor lain, harus diakui Malaysia lebih unggul. Soal infrastruktur, misalnya, Malaysia menempati peringkat 26. Indonesia tertinggal di peringkat 76. Tingkat efisiensi tenaga kerja, Malaysia menempati posisi 20, sedangkan Indonesia jauh di angka 94.

Memang, dari populasi, Malaysia jauh di bawah Indonesia, yaitu 27,9 juta jiwa. Sedangkan Indonesia hampir 240 juta. Tapi pendapatan per kapita Malaysia jauh unggul dari Indonesia yang hanya US$3.015, dan Malaysia US$8.423.

Meski demikian, sebenarnya Indonesia telah masuk radar investasi dunia, yaitu masuknya investment grade setelah Fitch Rating, dan Moody’s menaikkan peringkat risiko surat utang Indonesia.

Tentu, mestinya ini jadi pertimbangan sendiri buat RIM, bahwa "BlackBerry Made in Indonesia" masih sangat menjanjikan.(np)

Waketum Nasdem Temui Prabowo Subianto, Sinyal Gabung Koalisi Prabowo-Gibran Menguat?
Kartu SIM atau SIM card.

eSIM Bagian dari Mengurangi Jejak Karbon

Telkomsel juga telah meluncurkan Embedded Subscriber Identity Module (eSIM) yang diharapkan dapat mengurangi limbah bekas cangkang kartu SIM.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024