SOROT 169

Kisah Muram Proton dan Tata Nano

Mobil dinas Jokowi rakitan anak SMK
Sumber :
  • VIVAnews/ Fajar Sodik

VIVAnews – Setelah Walikota Solo Joko Widodo memakai mobil buatan anak SMK Surakarta sebagai kenderaan dinasnya, isu mobil nasional mendadak merebak. Para pejabat lain berlomba memesan Kiat Esemka, nama dagang mobil rakitan anak-anak sekolah menengah kejuruan di Solo itu.

Berbagai komentar pun muncul. Sejumlah kalangan menilai langkah Jokowi --panggilan akrabnya, itu jadi pemicu kebangkitan mobil nasional. Menteri Negara Koperasi dan UKM Syarif Hasan, misalnya. Dia mendukung agar mobil ini bisa diproduksi massal, sehingga Indonesia punya mobil nasional. "Saya tahu kemampuan assembling mereka bagus," ujarnya.

Tak kurang, Menteri Perindustrian MS Hidayat angkat bicara. Dia juga mendukung Esemka jadi diproduksi massal. Tapi kata Hidayat, ada syaratnya. Mobil itu harus lolos uji dan standarisasi dari pemerintah. "Butuh persiapan panjang," kata M.S Hidayat kepada VIVAnews.com di Istana Negara, Selasa 3 Januari 2012.

Syarat lain, perusahaan pembuat mobil harus punya jaringan layanan purnajual, termasuk bengkel dan suku cadang. Hidayat tampaknya serius. Dia mengutus salah satu Direktur Jenderal mengunjungi SMK 2 dan SMK Warga.  Spesifikasi mobil itu, katanya, akan dipelajari.

Taktik Netanyahu Gusur Warga Palestina, Israel Bakal Bangun 10 Ribu Tenda di Rafah

Kiat Esemka sebetulnya bukan mobil pertama dirakit generasi muda Indonesia. Ada Komodo, Tawon, Gea, Marlip, Maleo, Wakaba. Tapi sayangnya, mobil karya anak bangsa ini tak mendapatkan perhatian lebih. Di ajang pameran Indonesia International Motor Show (IIMS) 2011, misalnya, mereka cuma menempati stand kecil di pojokan.

Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi menegaskan pemerintah serius urusan mobil nasional ini. Buktinya, kata dia, pemerintah menyediakan dana penelitian dan pengembangan bagi perusahaan berinovasi dalam proyek mobil nasional.

Dia mencontohkan PT Wahana Cipta Karya Mandiri yang memproduksi mobil Arina, dan PT INKA yang memproduksi Gea. Kedua perusahaan itu dibantu.

Tak mudah

Tapi menyiapkan Esmeka menjadi mobil nasional, kata pengamat industri otomotif Soehari Sargo, bukan soal mudah. Ini bukan proyek serta merta, tapi butuh berbagai persiapan. "Butuh waktu panjang," katanya saat berbincang dengan VIVAnews.com, Jumat 6 Januari 2011.

Dia mengatakan, ada tiga syarat harus terpenuhi. Dari soal teknologi, fasilitas produksi, dan pasar. Tanpa ketiganya, proyek mobil nasional tak mungkin bisa hidup.

Soal teknologi, mantan pembantu rektor Institut Teknologi Indonesia ini berpendapat pemerintah maupun swasta yang ditunjuk harus memiliki teknologi dan desain orisinil. Pemerintah juga harus punya prototipe yang telah diujicobakan sesuai standar berlaku.

Bila prototipe itu akan diproduksi massal, tentu butuh investasi besar. Bahkan juga investasi lain untuk pabrik-pabrik pendukung. "Seperti pabrik aki, ban, pelek, dan lain-lain," katanya menambahkan. Proyek mobil nasional juga akan gagal bila tak punya pasar,  dan harus bisa bersaing dengan produk sejenis.

Soehari mengatakan sebaiknya pemerintah mengembangkan dan mengatur pasar otomotif yang ada, agar lebih bermanfaat bagi rakyat. "Saya tidak anti mobil nasional, tapi menurut saya sudah sangat terlambat," katanya. "Toh selama ini mereka juga memproduksi dan merakit di Indonesia."

Dalam soal ini, apa boleh buat, Indonesia kalah dari Malaysia. Negeri tetangga itu sudah mulai menggarap proyek mobil nasional sejak 1983.  Atas perintah Perdana Menteri Mahathir Mohamad waktu itu, mereka membentuk Perusahaan Otomobil Nasional Bhd (Proton). Perusahaan Jepang Mitsubishi diajak kerjasama. Pada 1985, produk pertamanya Proton Saga pun diluncurkan.

Pada 2004, Proton bisa meluncurkan produk keduanya, Proton Gen-2, yang semua komponennya sudah diproduksi di dalam negeri. Hingga kini, Proton meluncurkan berbagai merek dan berekspansi ke pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

"Sebenarnya pada 1985, Indonesia telah menggagas mobil nasional melalui Astra (PT Astra International Tbk) dengan mobil Project X120, namun gagal karena arah kebijakannya tak jelas," kata Soehari.

Pelaku industri mobil di tanah air juga mengeluhkan hal sama. Seorang sumber di perusahaan pembuat mobil terbesar di Indonesia mengatakan, selain butuh persiapan panjang, tanpa peran pemerintah program mobil nasional itu tak bisa jalan.

"Malaysia dan Korea butuh proteksi puluhan tahun agar produk-produk mobil nasionalnya laku," katanya.

Proton monoton

Sejumlah negara toh tetap maju dengan mobil nasional. Hyundai dari Korea Selatan, misalnya,  termasuk sukses dengan proyek itu. Kini pabrik terbesar keempat dunia itu mencatat penjualan 6 juta kendaraan lebih setahun.

Tapi tak selalu mobil nasional meluncur mulus di pasar. Malaysia dan India punya cerita sendiri. Proton, mobil nasionalnya Malaysia, misalnya. Kinerja keuangannya terjun bebas dengan laba hanya 4,6 juta ringgit Malaysia, atau sekitar Rp13,2 miliar untuk tiga bulan, yang berakhir 30 Juni. Kalah jauh dibandingkan periode sebelumnya 84,7 juta ringgit (Rp243,8 miliar).

The Economist dalam Automotive Briefing & Forecast The Economist Intelligence Unit menilai, Proton mengalami kemunduran akibat penurunan laba di saat volume penjualannya meningkat. Mulanya, kondisi Proton diperkirakan akan pulih setelah melalui masa sulit selama krisis keuangan global pada 2008-2009, dan kemudian mencetak untung pada 2009 dan 2010. Ternyata tidak.

Kesalahan terbesar Proton, tulis The Economist, adalah tak banyak inovasi. Proton bergerak lambat di tengah industri yang butuh kelincahan. "Proton hanya mampu memperkenalkan sedikit model baru, bahkan banyak terkesan kuno dan tertinggal dari standar produsen lainnya, seperti Toyota, Honda, dan Daihatsu," tulis laporan itu. Pendek kata, Proton terlalu monoton.

Model mobil baru yang diperkenalkan pun hanya modifikasi dari tipe yang sudah ada. Contohnya, saat meluncurkan Proton Inspira pada 2010, mobil yang dilengkapi continuously variable transmission (CVT) ternyata hanya meniru Mitsubishi Lancer.

Tidak hanya itu, kehadiran Proton Saga yang diklaim model unggulan sepanjang 25 tahun sejarah perusahaan ini, ternyata hanya mampu menguasai pasar domestik.

Laman itu juga menyebutkan, Proton tak punya pasar ekspor cukup besar. Terlepas dari berapa banyak tekanan, produk asal negeri jiran itu tak dapat berkembang jika hanya mengandalkan pasar Malaysia.

Seorang Pendeta Ditikam saat Sedang Pimpin Upacara Ibadah di Sebuah Gereja

Langkah Proton agak tertolong oleh akuisisi pabrik mobil sport Lotus.
Pabrik Inggris ini bisa digunakan mengawinkan kendaraan serbaguna (MPV) miliknya, Proton Exora pada 2009, sehingga laba Proton tak begitu anjlok. Namun, laman ini mempertanyakan, apakah investasi besar-besaran di Lotus ini bisa kembali atau tidak.

Derita Tata

Gempuran Iran ke Israel Bisa Picu Perang Dunia, Intip Dampaknya ke Bursa, Rupiah, hingga Komoditas

Megaproyek mobil super murah Tata Nano di India juga punya banyak cerita. Ratan Tata yang bermimpi memberikan mobil mengkilap kepada warga miskin India,  juga terganjal masalah.

CEO Tata Group itu membayangkan bisa mendistribusikan mobil seharga 100 ribu rupee atau sekitar Rp19 juta ke seluruh wilayah pedesaan India, yang kini dihuni sekitar 750 juta orang. Paketnya lengkap, ada suku cadang dan mekanik. Mobil termurah di dunia itu diproduksi di Sanand, Gujarat. Ia terjual 250 ribu dalam setahun. Tetapi, setelah itu, hampir tak melaju lebih.

Sejak meluncur pada 2009, Nano melewati satu krisis ke krisis lain. Ada perubahan rencana asli Tata. Pabrik di Bengal Barat dipindahkan ke Sanand di menit-menit terakhir. Saat dibuka pada musim panas 2009, produksi tak sanggup memenuhi lonjakan pesanan awal.

Pesanan kian meredup, setelah beberapa mobil itu terbakar. Orang mulai cemas akan keamanan Nano. Penjualan, yang diprediksi 20 ribu unit per bulan, jatuh jadi 509 unit pada November 2010. Penjualan pulih ke angka 10 ribu pada musim semi 2011, tapi jatuh lagi menjadi 3.260 pada Juli.

"Nano adalah satu konsep brilian," kata Hormazd Sorabjee, editor Autocar India. Tata telah berhasil membuat Nano sebagai mobil lega, irit bahan bakar, dan gesit di dalam kota. "Tetapi Tata telah telah melakukan kesalahan pemasaran yang monumental."

Hulu dari semua masalah itu, tulis laman The Economist, adalah penempatan produk. Harga merangkak naik sekitar 15 persen, menjauhkan Nano dari jangkauan pembeli utama: masyarakat menengah ke bawah. Izin kredit berbelit-belit dan sulit, pemasaran pun kian suram.

Produksi Nano juga dianggap bermasalah. Diduga akibat menekan biaya produksi, perusahaan ini akhirnya lebih mementingkan tampilan, dan bukan kualitas. Jadilah kalangan menengah ke atas kurang berselera. Mereka lebih memilih mobil berkualitas canggih seperti Maruti, pesaing berat Tata di India.

Nano pun dibelit masalah atas-bawah. Ditinggalkan kaum atas karena kurang berkualitas, dan dihindari kaum bawah karena harga. Padahal Tata sudah melakukan segalanya. Perusahaan ini, misalnya, membajak bos General Motors Eropa Carl-Peter Forster pada Februari 2010. Tapi tetap saja mobil tak begitu laris. Penjualan melorot, dan tak mampu bertahan dari angka sebelumnya, 20 ribu unit per bulan.

Forster memang menempuh langkah taktis. Dia ikut turun membantu skema pembelian, sehingga mobil bisa melaju cepat ke garasi pembeli. Jaminan perbaikan diberikan, dan juga suku cadang. Iklan digenjot di media online, televisi, dan koran.

Tapi hasilnya nihil. Forster akhirnya menyerah. Setelah 18 bulan bekerja keras, dia pun hengkang dari Tata.(np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya