SOROT 83

Takdir di Dalam Kromosom

Unjuk rasa komunitas transgender.
Sumber :
  • www.about.com

VIVAnews - ALTERINA Hofan hingga kini masih mendekam di penjara. Ia dituding memalsukan identitas seksual. Hasil pemeriksaan medis yang dilakukan polisi menguatkan bahwa ia seorang perempuan, bukan laki-laki. Padahal Alter, begitu ia biasa disapa, memiliki keyakinan penuh bahwa dirinya adalah laki-laki.

Berpengalaman di DPR, Sumail Abdullah Dinilai Berpotensi Maju Pilkada Banyuwangi

Saat lahir, Alter mendapat identitas gender sebagai perempuan sesuai dengan penampilan alat kelaminnya. Beranjak remaja, alat kelaminnya ternyata tumbuh seperti laki-laki. Ia juga merasa jiwanya adalah laki-laki. Di sisi lain, kelenjar payudaranya tumbuh. Ia pun melakukan operasi penyesuaian untuk menyempurnakan maskulinitasnya.

Dokter Bambang Wijasa, psikiater yang menangani sejumlah operasi penyesuaian kelamin di RSUD Dr Soetomo, mengatakan, ada banyak faktor yang bisa mengakibatkan seseorang mengalami kebingungan seksual semacam itu. "Perlu analisa medis dan psikologis," katanya.
Tanpa mengabaikan analisa medis, pendekatan psikologis perlu dilakukan untuk melihat keyakinan gendernya. Apakah mereka merasa jiwanya terbalik. "Kalau iya, biasanya mereka akan melakukan operasi penyesuaian kelamin," ujarnya.

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya

Namun, berdasar sejumlah kasus yang ditanganinya, banyak keluarga yang tak bisa menerima kondisi itu dan mendorong orang-orang seperti Alter untuk tetap menggunakan identitas gender yang diterimanya saat lahir. "Tapi, kenyataannya sulit mengubah keyakinan mereka sekalipun menggunakan terapi kejut. Akan sangat menyiksa saat kita memaksa mereka untuk menyangkal keyakinannya sendiri."

Penjelasan Bambang ternyata tak berbeda jauh dengan pengalaman Alter.  Ibunya, Caterina, mengaku bahwa dialah yang memaksa Alter memakai rok sejak kecil hingga SMA. Karena kesibukan berjualan perhiasan di toko, Caterina pun mengaku tidak memperhatikan perkembangan anaknya itu. "Kalau dia melawan dengan berpakaian sebagai lelaki saya pukul. Tapi, Alterina tetap berontak," kata Caterina dengan mata berkaca-kaca kepada wartawan, Jumat 7 Mei 2010.

Bahkan, Alterina pernah memakai celana panjang tidak ubahnya seperti lelaki di depannya. Karena marah, ia langsung menggunting celana Alter. Caterina mengaku saat ini sangat menyesal dengan semua perbuatannya terhadap Alter di masa lalu. “Saya sudah minta maaf pada Alterina.”

Mak Vera Tepati Janji, Datang ke Makam Olga Syahputra Tengah Malam

Bagaimana sebenarnya penjelasan dari sisi medis munculnya fenomena transeksual, transgender, dan interseksual?  Pakar ginekologi Fakultas Kedokteran UNS,  dokter Abdurahman Laqif mengatakan, “Mengapa seseorang bisa seperti itu, biasanya akibat kelainan kromosom atau hormonal,” ujarnya.

Normalnya, laki-laki memiliki kromosom XY dan perempuan XX. Namun, tidak menutup kemungkinan laki-laki memiliki kromosom XXY atau yang disebut sebagai sindrom Klinefelter. Bahkan, ada yang memiliki kromosom X lebih dari dua.

Pengidap sindrom Klinefelter di dunia diperkirakan 1:800.000. Artinya ada satu laki-laki dengan kelebihan kromosom X pada setiap 800.000 kelahiran. Kelainan ini biasanya baru terdeteksi pada masa puber yang ditandai dengan tidak terjadinya pematangan seksual yang normal pada anak. Cacat kromosom terjadi akibat pembelahan sel yang tak sempurna. Penyebabnya antara lain radiasi, makanan tak sehat, paparan polusi, obat-obatan, dan genetik.

Menurut Laqif, kelebihan unsur X ini memicu seorang laki-laki menonjolkan sifat perempuan, yang antara lain ditandai dengan tumbuhnya payudara. Namun, sebagai laki-laki, ia tetap punya penis meski mungkin tidak berkembang, disebut mikropenis.

Kondisi penis yang tidak berkembang ini masih memungkinkan ereksi dan ejakulasi. Tapi biasanya tak menghasilkan sperma sehingga mengakibatkan kemandulan. Kalaupun ada cairan yang keluar hanya berupa azoospermia yaitu, cairan tidak mengandung sperma.

Dokter Laqif mengatakan, ada banyak cara melakukan uji kromosom dan memungkinkan hasil yang berbeda, seperti pada kasus Alter. Secara medis, seseorang juga bisa memiliki dua jenis kromosom dalam tubuhnya seperti XX dan XXY atau dikenal dengan istilah Mosaikisme. “Tapi sebaiknya perlu tim khusus untuk melakukan uji kromosom ulang secara lebih teliti terhadap Alter,” ujarnya.

Tak hanya cacat kromosom, kelainan hormon seks juga bisa memengaruhi penampilan dan perilaku seseorang yang berlawanan dengan kelaminnya. Kelainan hormonal ini bisa memunculkan maskulinisasi yang tidak sempurna pada individu dengan genetik pria atau maskulinisasi pada individu dengan genetik wanita.

Hormon perempuan adalah estrogen dan laki-laki testosteron. Hormon tersebut berpengaruh kuat terhadap maskulinitas dan feminitas seseorang. “Perempuan yang  kelebihan hormon androgen (testosteron pada wanita) bisa tumbuh kumis atau brewok dan berperilaku seperti laki-laki,” ucap dokter Laqif.

Hormon seks diatur oleh DNA yang ada pada kromosom. Kelainan hormonal terjadi akibat pembentukan reseptor hormon yang tidak sempurna sehingga tidak bisa bekerja dengan baik. Misalnya, kurang tanggapnya reseptor androgen atau sel target terhadap rangsangan hormon testosteron pada pria.

Pada pengidap sindrom polycystic ovary syndrome (PCOS), gangguan hormonal bahkan bisa mengakibatkan terjadinya perubahan alat kelamin secara alami. Sindrom ini bisa memicu penurunan kadar estrogen dan memicu  kadar androgen. Akibatnya, seseorang yang tadinya perempuan bisa berubah menjadi laki-laki saat dewasa. “Bisa juga dialami pengidap tumor indung telur yang memicu peningkatan hormon androgen,”  ujar Laqif.

Yang jelas, dia melanjutkan, bukti medis sangat penting untuk menguatkan landasan hukum dalam menentukan perubahan identitas seksual seseorang di Indonesia. Fakta juga menunjukkan, masalah hukum yang dialami Alter bukan kasus yang pertama. [Lihat: Terperangkap Di Raga Yang Salah]

Mungkin karena menyadari akan peliknya masalah ini, pemerintah, melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 191/MENKES/SK/III/1989, pada 12 Juni 1989, membentuk Tim Pelaksana Operasi Penggantian Kelamin. Tim terdiri dari ahli bedah urologi, bedah plastik, ahli penyakit kandungan dan ginekologi, anestesiologi, ahli endokrinologi anak dan dewasa, ahli genetika, andrologi, psikiater/psikolog, ahli hukum, pemuka agama, dan petugas sosial medik.

Sejak 2003, muncul kebijakan baru bahwa operasi hanya diperuntukkan untuk penderita interseksual yang membutuhkan ketegasan kelamin, perbaikan alat genital, dan pengobatan. Operasi tidak diperkenankan bagi transseksual. “Itulah mengapa analisa medis penting sebelum melakukan operasi,” ujar dokter Bambang.

Dan yang juga mungkin penting adalah sosialisasi masalah ini kepada masyarakat. Agar anak-anak yang memiliki nasib seperti Alter bisa ditangani lebih dini. Sehingga penyesalan seperti yang dialami Catarina, tak harus selalu terlambat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya